Jumat, 03 Februari 2012

ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN: ISLAM


BAB II PEMBAHASAN
ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN: ISLAM
A.  PENGERTIAN ONTOLOGI ILMUPENGETAHUAN
Ontologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang membahas pandangan terhadap hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah, termasuk pandangan terhadap sifat ilmu itu sendiri. Topik-topik menarik yang sering dibahas dalam topik ontology ini adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul sekitar Apakah realitas atau ada yang begitu beraneka ragam dan berbeda-beda pada hakikatnya satu atau tidak ? apabila memang benar satu, apakah gerangan yang satu itu ? apakah eksistensi yang sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada itu merupakan realitas yang tanpak atau tidak?
B. ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN  DALAM PANDANGAN  ISLAM. 
   Menurut quraish shihab, kata ilmu dalam berbagai bentuk terdapat 854 kali dalam al-qur’an. Kata ini digunakan dalam proses pencapaian tujuan. Ilmu Dari segi bahasa berarti kejelasan. Jadi ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Pengetahuan yang tidak jelas Dari segi ontology, epistomologi, maupun aksiologi didalam islam tidak dianggap sebagai ilmu walaupun orang menyebutnya ilmu juga. [1]
        Persoalan hakikat ilmu pengetahuan atau apa sebenarnya pengetahuan (ontologi)  telah terjadi perdebatan antara kaum materialis dan kaum materialis dan kaum idealis.kaum materialis hanya mengenal pengetahuan yang bersifat empiris, dengan pengerrtian bahwa pengetahuan hanya diperoleh dengan menggunakan akal atau indera yang bersifat empiris dan terdapat dialam materi yang ada didunia ini. Sedangkan menurut kaum idealis, termasuk islam, ilmu pengetahuan bukan hanya diperoleh dengan perantara akal dan indera yang bersifat empiris saja, tetapi juga ada pengetahuan yang bersifat immateri, yaitu ilmu pengetahuan yang berasal Dari allah sebagai khaliq (pencipta) pengetahuan tersebut.
        Dalam islam yang maha tahu adalah allah, sebagamana firmannya:” sesungguhnya allah maha mendengar dan maha mengetahui”. Manusia hanya mencari dan menemukan pengetahuan. Allah maha mengetahui, melalui ayat-ayat quraniyah dan qauniyah, manusia memberikan intrepretasi terhadap ayat quraniyah dan melakukan penelitian terhaadap ayat qauniyah, maka lahirlah pengetahuan keislaman.
        Dalam islam Alam semesta merupakan realitas yang dihadapi manusia, yang sampai kini baru sebagian kecil yang dapat diketahui dan diungkapkan oleh manusia, dan sebagian besar merupakan misteri, yang tidak dikenal oleh manusia betapapun kemajuan yang telah meeka capai dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi manusia tidak akan berhenti, untuk mencari, meneliti, dan mempelajari rahasia-rahasia yang terkandung didalam alam  semesta ini. [2]
        Demikian juga giat manusia meneliti alam semesta ini semakin banyak kabut rahasia yang tersingkap darinya. Sejalan dengan itu , manusia pun semakin maju dalam segala bidang kehidupan.
C. PENGERTIAN DAN SIFAT ILMU DALAM PANDANGAN ISLAM
Kata ilmu dalam bahasa Arab, pengetahuan digambarkan dengan istilah al-ilm, yang berarti pengetahuan, dan bisa disepadankan dengan al-ma’rifah dan al-syu’ur. Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang terpenting, karena ia merupakan salah satu sifat Allah SWT. Al-ilm berasal dari akar kata l-m dan diambil dari kata ‘alamah, yang berarti “tanda”, “simbol”, atau ”lambang”, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal. Tapi alamah juga berarti pengetahuan, lencana, karakteristik, petunjuk dan gejala.. Karenanya ma’lam (amak ma’alim) berarti petunjuk jalan, atau sesuatu yang menunjukkan dirinya atau dengan apa seseorang ditunjukkan. Hal yang sama juga pada kata alam berarti rambu jalan sebagai petunjuk. Di samping itu, bukan tanpa tujuan al-Quran menggunakan istilah ayat baik terhadap wahyu, maupun terhadap fenomena alam. Pengertian ayat (dan juga ilm, alam, dan ’alama) di dalam al-Quran tersebut yang menyebabkan Nabi SAW mengutuk orang-orang yang membaca ayat 3:190-195 yang secara jelas menggambarkan karakteristik orang-orang yang berfikir, mambaca, mengingat ayat-ayat Allah SWT di muka bumi tanpa mau merenungkan (makna)nya.
Adapun Sifat penting dari konsep pengetahuan dalam islam adalah holistik dan utuh.[3]
D. KLARSFIKASI ILMU MENURUT ULAMA ISLAM.
Sementara itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
“Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in “ .
“Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi .
Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Klasifikasi Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
1. Ilmu yang merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena kegiatan berpikir.
2. Ilmu yang bersifat tradisional (naqli).
Bila kita lihat pengelompokan di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi 1). Ilmu aqliyah , dan 2). Ilmu naqliyah.
Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :Kelompok pertama itu adalah ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang bisa diperdapat manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra—indra kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i. Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara [4]
Dengan demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al qur’an dan sunnah Rasul.
Sedangkan menurut al-kindi ilmu pengetahuan terbagi kepada dua :
1.                    pengetahuan ilahi atau ilahi ilm, yitu pengetahuan yang langsung yang diperoleh nabi Dari tuhan. Dasar pengetahuan inilah adalah kenyakinan.
2.                    pengetahuan manusiawi atau ilm al-insani yakni pengetahuan filsafat yang didasarkan atas pemikiran. [5]
Selain itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu : 1). Ilmu al husuli, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif aposteriori dan 2). Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi .
Demikianlah klasifikasi ilmu menurut ulama islam namun, secara kategoris, al-Quran menegaskan bahwa ayat-ayat Allah SWT di alam semesta dan di kedalaman batin manusia merupakan bagian yang berkaitan dengan kebenaran wahyu, dan menegaskan kecocokan dan keutuhan yang saling terkait. Namun, keutuhan  dan kesatuan cabang-cabang pengetahuan ini tidak berarti bahwa disiplin-disiplin itu sama, atau tidak ada prioritas diantara mereka. Pengetahuan wahyu dalam konsep Islam adalah lebih utama, unik karena berasal langsung dari Allah SWT dan memiliki manfaat yang mendasar bagia alam semesta. Semua pengetahuan lain yang benar harus membantu kita memahami dan menyadari arti dan jiwa pengetahuan Allah SWT di dalam al-Quran untuk kemajuan individu dan masyarakat.




[1]  Prf. Samsu nizar, dan prof. ramayulis,Filsafat pendidikan islam.jakarta :  Kalam mulia, 2006 h:76
75
[2] Prf. Samsu nizar, dan prof. ramayulis,Filsafat pendidikan islam.h : 76
[3] http://andinadwifatma.blogspot.com

[4]   Ibid
[5] Prof.dr  juhana s.praja, aliran-aliran filsafat dan etika, jakarta, kencana , 2010 h:196

Tidak ada komentar:

Posting Komentar