Sabtu, 07 Januari 2012

amar ma'ruf nahi mungkar


BAB II
PEMBAHASAN
AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR DALAM TINJAUN PENDIDIKAN
A. Tafsir An-Nahl ,16 :  125 Dan Ali Imran, 3 : 104,110 dan  114
  1. Q.S SURAH AN-NAHL,16 : 125






Artinya : Serulah manusia kepada tuhanmu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan hikmah, dan pelajaran yang baik. Sesungguhnya tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui  orang-orang yang mendapatkan petunjuk. (Q.S. al-nahl, 16 : 125)
  1. MUFRADAT
Serulah kepada jalan tuhanmu                             :
Sesungguhnya tuhanmu lebih mengetahu i           :
Siapa yang tersesat                                               :
Yang mendapatkan petunjuk                                 :

3. MUNASABAH
 Dalam ayat –ayat lalu Allah SWT menerangkan tentang Nabi ibrahim as, Sebagai pemimpin yang memiliki sifat-sifat mulia, penganut agama tauhid, dan penegak ketauhidan, Allah SWT juga menjelaskan perinthanya kepada nabi muhammaad saw agar mengikuti agama ibrahim as. Dengan perantara wahyu-Nya. dalam ayat ini, Allah SWT memberikan tuntunan kepada nabi untuk mengajak manusia kepada agama tauhid, agama Nabi ibrahim, yang pribadinya diakui oleh penduduk jazirah arab, yahudi dan nasrani.
  1. TAFSIR ATAU PENJELASAN
Potongan ayat yang berbuyi ......
Maksudnya adalah serulah umatmu wahai para rasul dengan seruan agar melaksanakan syaria’at yang telah ditetapkan berdasarkan wahyu yang diturunkannya, dengan melalui ibarat dan nasehat yang terdapat dalam kitab yang diturunkannya. Dan hadapilah mereka dengan cara yang baik dari lainnya sekalipun mereka menyakitimu, dan sadarkanlah dan apabila  mereka menyakitimu, dan sadarkanlah mereka dengan cara yang baik.[1]Dalam ayat ini juga, Allah SWT memeberikan pedoman kepada rasul-Nya tentang cara mengajak manusia (dakwah ) kejalan allah dengan  cara hikmah.
Allah  SWT menjelaskan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya dikemudian hari dalam pengembangan tugas  dakwah, yakni sebagai berikut :
Pertama, Allah SWT menjelaskan kepada rasul-Nya bahwa sesunggunya dakwah ini adalah dakwah untuk agama allah sebagai jalan menuju rido-Nya, bukan dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah ) ataupun untuk golongan dan kaumnya. Rasul saw diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan allah dan untuk agama allah semata.
Kedua, Allah SWT menjelaskan kepada rasul allah saw agar berdakwah dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti diantaranya :
  1. Pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesatu. Dengan pengetahuan ini sesatu dapat dinyakini keberadaanya.
  2. Perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen ) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau subhat (meragukan).
  3. Mengetahui kukum-hukum al-qur’an, paham al-qur’an, paham agama, takut kepada allah, serta benar perkataan dan perbuatan. [2]
  4. Mengetahui keadaan atau sasaran dakwahnya, kesiapan mereka untuk menerima dakwah, serta akhlaknya, tegasnya mengetahui keadaan masyarakat.
Jadi dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia, faedah, dan maksud dari wahyu illahi , dengan cara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, agar mudah dipahami umat. [3]
Ketiga, , Allah SWT menjelaskan kepada rasul agar dakwah yang dijalankan  dengan pengajaran yan baik, lemah lembut, dan menyejukkan, sehingga dapat diterima dengan baik. Tidak patut jika pengajian meninmbulkan rasa gelisah, cemas, dan ketakutan jiwa manusia. Orang yang melakukan dosa karena kebodohannya atau ketidaktahuannya, tidak wajar jika kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka dihadapan orang lain sehingga menyakitkan hati. Untuk menghindari kebosanan dalam pengajiannya, rasul saw menyisipkan dan mengolah bahan pengajian yang menyenangkan dengan bahan yang menimbulkan rasa takut. Dengan demikian, tidak terjadi kebosanan yang disebabkan urutan-urutan pengajian yang berisi  perintah dan larangan tanpa memberikan bahan  pengajian yang melapangkan dada atau yang merangsang hati  untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan.
Potongan ayat yang berbunyi ...
Maksudnya bahwa sesunggunya tuhanmu wahai para rasul adalah mngetahui dengan cara apa yang berjalan dan diperselisihkan, dan juga lebih mengetahui cara yang harus ditempuh  sesuai yang hak.
      Ringkasan ayat tersebut menyeruh rasuluallah menempuh cara berdakwah dan berdiskusi dengan cara yang baik[4]. Suatu contoh perdebatan yang baik adalah perdebatan nabi ibrahim dengan kaumnya yang mengajak meereka berfikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga menemukan kebenaran.
      Tidak baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian meninmbulkan suasana yang panas, sebaiknya diciptakan suasana yang nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran dapat tercapai dengan memuaskan.
      Perdebatan yang baik ialah perdebatan yang  dapat menghambat timbulnya sifat manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, dan berusaha mempertahankan  harga diri karena sifat-sifat tersebut sangat tercela. Lawan berdebat supaya dihadapi sedemikian rupa  sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama Allah SWT.
Sedangkan petunjuk ( al-hidayah ) dan kesesatan (al-dlalah ) serta hal-hal yang terjadi diantara keduanya sepenuhnya dikembalikan kepada Allah SWT, karena dialah yang lebih mengetahui keadaan orang-orang yang tidak dapat terpelihara dirinya dari kesesatan, dan mengembalikan dirinya kepada petunjuk.[5]
      Inilah akhir dari segala usaha perjuangan itu adalah adalah iman kepada Allah SWT, karena hanya Dia-lah yang menganugrahkan iman kepada jiwa manusia, bukan orang lain ataupun dia sendiri, dia tuhan yang maha mengetahui siapa diantara hamba-hambanya  tidak mempertahankan fitrah insaniyah (iman kepada allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia jadi sesat, dan siapa pula di antara hamba-hamba yang fitrah  insaniyahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah SWT.[6]

  1. Q.S . ALI –IMRAN , 3:  104 , 110 dan 114
1. Q.S. ali imran :3,  104





Artinya : Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S ali –imran :104)
Ø      Tafsir atau penjelasan
Maksud dari ayat tersebut adalah hendaklah terdapat suatu golongan yang memilih tugas menegakkan dakwah, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sasaran perintah ayat ini adalah seorang muslim mukallaf, yaitu hendaknya menyiapkan suatu kelompok yang akan melaksanakan perintah ini. Hal yang demikianlah didasarkan pada pandangan bahwa pada setiap orang terdapat kehendak an aktivitas didalam melaksanakan tugas tersebut, dan mendekatkan caranya dengan penuh ketaatan, sehingga jika mereka melihat kesalahan segera meeka kembali kejalan yang benar. Orang -orang islam generasi pertama melaksanakan tugas tersebut dalam rangka mendekatkan diri kepada allah dengan melaksanakan kegiatan sosial pada umumnya. Mereka telah berkutbah diatas mimbar. Mereka berkata, jika engkau melihat orang yang menyimpang, segera meluruskannya.[7]
Dapat dikatakan bahwa kegiatan dakwah tidak apat dilaksanakan kecuali oleh kelompok tertentu (khawas al-ummah ), yaitu orang-orang yang mengetahui rahasia dan hikmah hukum serta memahaminya.orang-orang yang dimaksud adalah orang-orang yang dapat menegakkan hukum allah untuk kemashalatan ahmbanya pada setiap zaman dan tempat berdasarkan pada pengetahuan-penegahuan mereka pada mesjid-mesjid , tempat-tempat ibadah serta hal-hal yang dianggap menguntungkan masyarakat umum. Jika mereka melakukan semua itu, maka terciptalah kebaikan pada umat dan akan jarang terjadi keburukan, akan lembut hatinya, sehingga mereka saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran, serta berbahagia kehidupan didunia dan diakhirat.
Namun perlu kita ketahui bahwa kata                         disisi menunjukkan kepada salah satu dari kedua makna. Pertama An takunu bayaniyyan dalam pengertian min untuk penjelasan. Dengan demikian, pengertian ayat tersebut adalah “ hendaknya semuanya kaum muslimin menjadi umat-umat yang mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran”. Hal ini merupakan dasar pokok kebahagiaan. 
Selain kata min juga menunjukkan perintah untuk menyeru kepada umat manusia seluruhnya untuk menyampaikan risalah muhammad saw. Akan tetapi, hal itu tidaklah menolak adanya spesialisasi sebagian para kaum muslimin untuk memeberikan penjelasan –penjelasan mengenai islam kepada orang yang telah masuk islam. Atas dasar peritah itu, boleh saja dakwah itu dilaksanakan secara berjama’ah  dan individu sesuai dengan kemampuannya. Kemudian jama’ah dapat membentuk ornag-orang yang patut menjadi da’i dan mengadakan studi islam bagi generasi setelah nabi saw . dan harus ada pula  orang yang meminta fatwa kepada orang yang lebih tahu tentang agama yang tidak sempurna.
      Kedua, kata minkum menunjukkan min lit tab’idl, yaitu min yang menunjukkan sebagian. Dalam pengertian ini, maka terjemahan ayat terseut adalah : hendaknya ada sebagian diantara kamu yang secara khusus melaksanakan dakwah islamiah memerintah yang ma’ruf dan melarang yang mungkar”.
      Abu zahra Menjelaskan bahwa makna ayat itu menunujukkan bahw mim  disitu menjelaskan perintah yang menyeru supaya umat manusia menjadi da’i, sebagaimana pendapat yang mengatakan bahwa hendaknya ada orang yang terhormat diantaramu yang mengajak kepada islam dan memberikan petunjuk kepadanya. Dan mereka itulah yang dimaksud dengan orang-orang yang berbahagia.
Dengan  menggunakan dhamir yang mengkhususkan atau dengan kata lain bahwa kebahagian itu hanyalah akan diterima olehmereka dan tidak bagi selainnya, maka hal itu lebih tepat menjadi indikasi bagi seluru umat.             Berdasarkan uraian diatas, dapat kita ketahui adanya dua hal. Pertama kewajiban yang dilaksanakan setiap orang dalam berdakwah islam, membrikan petunjuk dan berita yang menggembirakan. kedua, hendaknya ada tenaga ahli yang khusus dari kalangan umat islam yang mendakwahkan islam. Mereka itu harus orang-orang yang mempunyai kelebihan  dalam memahami al-qur’an dan dapat menjelaskan secara representif, arif, dan bijaksana.  Sebagaimana nabi muhammad saw yang pada sat itu beliau memelih mus’ab bin amir guna menjadi guru membaca al-qur’an bagi orang-orang madinah.
      Dengan penjelasan tersebut, imam safi’i berpendapat yang mengatakan bahwa dakwah sebagai kewajiban umum atau fardlu ain(tiap individu) dan kewajiban khusus atau fardlu kifayah (hanya bagi sekelompok khusus) dapat dipertemukan. Dalam hubungan ini imam syafi’i berpendapat bahwa kewajiban-kewajiban itu mencakup kewajiban umum dan khusu. Umat manusia terkena seruan dakwah islamisah berdasarkan ayat tersebut. Jika dtinggalkan, dosalah semuanya. Oleh karena itu, wajiblah ada sekelompok khusus yang melakukan dakwah islamiah dan tentu saja semuanya akan mendapatkan dosa manakala para ulama lainnya tidak melakukan hal itu.
2. Q.S ali imran 110







Artinya : kamu adalah umat manusia yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepad yang mungkar , dan beriman kepada allah . sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, tentulah lebih baik bagi mereka , diantara ada yang beriman dan kebanyakan mereka adlah orang yang fasik. (Q.S. ali –imran : 110).
Ø      Tafsiran atau penjelasan
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa kamu sekalian adalah umat yang terbaik dalam keadaan wujud sekarang, karena mereka telah memerintahkan yang baik dan mencegah perbuatan buruk, memiliki keimanan  yang benar yang bekasnya tampak  pada drinya, sehingga mereka menajuhi keburukan dan mendorong berbuat kebaikan .sedangkan yang lainnya telah dikalahkan oleh keburukan dan kerusakan, sehingga mereka tidak dapat menyuruh kebaikan, tidak mencegah kemungkaran dan tidak memiliki keimanan yang benar.
Adapun orang –orang yang meemrintahkan perbuatan yang baik dan melarang yang mungkar  Itulah orang-orang yang termasuk kategori orang yang baik yang telah diperintahkan untuk berdakwah. Kebanyakan mereka adalah para nabi dan sahabat yang meyertainya pada saat ayat tersebut diturunkan. Mereka itulah orang-orang yang semula saling bermusuhan kemudian menyatu hatinya, berpegang pada tali allah, memerintahkan kebaikan dan cegah kemungkaran, tidak takut karena kelemahannya terhadap yang kuat, tidak hilang keberaniannya karena kekecilan terhadap yang benar, sementara keimanan telah menguasai diri dan perasaanya. [8]
     




Artinya : Mereka beriman kepada allah dan hari pengahabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar dan bersegera mengerjakan berbagai kebajikan, mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. (Q.S. ali imran : 114)
Ø      Tafsir atau penjelasan
Mereka yang dimaksud oleh ayat tersebut adalh ahli kitab. Diantara ada yang berpegang teguh kepada kebenaran, menegakkakn keadilan, tidak berbuat zalim kepada orang lain, tidak menyalahi perintah agama, membaca ayat-ayat al-qur’an dan bersujud denga tahajud di malam hari. Mereka juga beriman kepada allah, memerintahkankan yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk.

            Kembali kepada masalah pokok diatas, yaitu tentang amar ma’ruf nahi mungkar. Berbuat ma’ruf diambil dari kata uruf, yang dikenal, yang dapat dimengerti dan dapat dipahami serta diterima oleh masyarakat. Jadi perbuatan yang ma’ruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan dapat dipahami oleh manusia serta dipuji, karna begitulah yang patut yang dibuat oleh manusia yang berakal. Sedangkan yang mungkar artinya ialah yang dibenci, yang tidak disenangi, yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak patut, tidak pantas, tidak selayaknya dikerjakan oleh manusia berakal. [9]
Menurut al-maragi yang dimaksud dengan al-ma’ruf adalah ma istahsanahu al-syar’wa al-‘aql (sesuatu yang dipandang baik menurut agama dan akal). Sedangkan al-mungkar adalah dlidduhu (lawan atau kebalikan al-ma’ruf).[10]        
            Selanjutnya dalam mu’jam mufradat alfadz al-qur’an, yang dimaksud dengan al-ma’ruf adalah isim li kull fi’yu’rafu bi al- ‘aql aw al-asyar’ busnubu  (nama bagi setiap perbuatan yang diakui mengandung kebaikan menurut pandangan akal dan agama).sedangkan, al-mungkar adalah al-mungkar adalah mayunkiru bihima(sesuatu yang ditentang oleh akal dan agama). Dalam pada itu muhammad abduh mengatakan fa- al amr bi al-ma’ruf w al-nahyu ‘an al-mungkar huffadz  al-jama’ah wa siyaj al- wahdah ( amar ma’ruf nahi mungkar adalah benteng pemelihara umat dann pangkal timbulnya persatuan).
            Dalam pada itu abul ‘ala al maududi berpendapat bahwa kata ,ma’ruf yang jamaknya ma’rufat adalah nama untuk segala kebajikan atau sifat-sifat baik yang sepanjang masa telah diterima dengan baik oleh hati nurani manusia.
            Jadi bahwa amar ma’ruf dapat diartikan sebagai setiap usaha mendorong dan menggerakkan ummat manusia untuk menerima dan melaksanakan hal-hal yang sepanjang masa relah diterima sebagai suatu kebajikan berdasarkan penilaian hati nurani manusia, dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berbeda denagn pendapat yang dikemukakan para pakar terdahulu yang menilai yang menilai bahwa amar ma’ruf bukan hanya di nilai baik berdasarkan hati nurani, melainkan berdasarkan pula pada syariat atau wahyu.
            Dari berbagai pendapat tersebut dapat  disimpulkan  bahwa yang termasuk kategori al-ma’ruf adalah segala sesuatu dalam bentuk  bentuk ucapan, perbuatan, pemikiran dan sebagainya yang dipandang baik menurut syari’at (agama) dan akal pikiran, atau dianggap baik menurut akal nanun sejalan atau tidak bertentangan  dengan syar’at. [11]
            Dengan demikian kebebasan akal dalam menentukan dan menilai suatu kebaikan dibatasi oleh ketentuan agama. Oleh karena boleh jadi ada sesuatu yang menurut akal baik dan menurut syari’at juga baik; dan boleh jadi menurut akal baik tapi menurut syari’at buruk, maka pendapat akal harus dicegah.
            Adapun mungkar mengandung pengertian hal-hal yang mungkar, yang menurut al-madudi  yang dikutip Dr. H. Abudin Nata  adalah nama untuk segala dosa dan kejahatan-kejahatan yang sepanjang masa telah dikutuk  oleh watak manusia sebagai jahat.
            Sebagaimana halnya yang munkar pun banyak macamnya yang meliputi kejahatan dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, politik dan sebagainya, seperti memperbodoh, menyengsarakan, dan mendzalimi masyarakat, berbuat curang, berzina, korupsi, manipulasi, menfitnah, memusuhi, minindas, menjatuhkan nama baik, menyudut, memalsukan, dusta, dan lain sebagainya.
            Selanjutnya dikalangan para ahli tafsir pada pakar dakwah pada umumnya kerapkali menghubungkan Amar ma’ruf nahi mungkar dengan kegiatan dakwah, sebagamana telah diuraikan diatas. Bahkan lebih khusus lagi amar ma’ruf nahi mungkar ini digunakan sebagai bagi perumusan pengertian dan tujuan dakwah islamiah.
            Dengan demikian al-ma’ruf adalah segala sesuatu dalam bentuk  bentuk ucapan, perbuatan, pemikiran dan sebagainya yang dipandang baik menurut syari’at (agama) dan akal pikiran, atau dianggap baik menurut akal nanun sejalan atau tidak bertentangan  dengan syar’at.Demikian pula hal- hal yang baik itu juga mencakup usaha-usaha  perawatan orangtua, penyatunan terhadap terhadap orang miskin, perawatan terhadap anak yatim, orang jompo, pemeliharaan kesehatan masyarakat. Termasuk pula hal-hal yang baik itu adalah usaha menyediakan dan memperluas lapangan kerja, usaha meningkatkan penghasilan masyarakat, usaha meingkatkan penghasilan masyarkat, memelihara sarana-sarana yang diperlukan untuk kecerdasan dan pengetahuan masyarakat, mempersiapkan dan memeberikan pembekalan kepada anak-anak degan ilmu, kecakapan dan sifat-sifat yang baik, juga usaha mengadakan dan memelihara sarana yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan pembentukan akhlak dan peningkatan kecerdasan masyrakat. Amar ma’ruf termasuk pula usaha-usaha menciptkan ketengan, perdamaian, tidak saling menggangguserta usaha-usaha menciptakan situasi yang favourable  bagi tumbuh dan berkembangnya hal-hal yang baik itu. [12]
            Dengan demikian kegiatan dakwah  dalam konteks amar ma’ruf  ini mencakup segenap aspek kehidupan masyarakat, baik dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, politik, dan sebaginya.selutuh bidang kehidupan itu harus ditumbuhkan dan dibangun untuk kepentingan serta kesejahteraan umat manusia.
            Selain hal diatas kegiatan dakwah juga harus dibarengi dengan usaha –usaha memusnahkan hal –hal yang munkarat sebagaimana disebut diatas. Usaha dakwah dalam bidang ma’rufat  yakni menyuruh orang lainmelakukan kebaikan jauh lebih ringan dan bahaynya dibandingkan degan usaha dakwah dalam bidang mencegah yang mungkarat, karena kemungkaran yang diserta hawa nafsu dan bujukan syaitan, sedangkan ma’rufat didasarkan pada agama dan akal sehat.  Jadi tidak semua orang mampu mencegah kemungkaran tersebut, dalam hal ini ada beberapa tingkat yang dapat dilakukan sesuai dengan hadist nabi saw yang berbunyi :





 Artinya :Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mencegahkanya dengan tanganmu, jika kamu tidak sanggup maka dengan lisanmu, dan jika kamu tidak sannggup maka dengan hati(doa), namun yang sedemikian itu termasuk iman yang lemah.(H.R Tirmidzi )
            Dari berbagai penejelasan  ayat diatas dapat kita pahami bahwa dakwah islamiah menjadi kewajiban setiap manusia. Oleh karena itu, diminta atau tidak, ia berkewajiban melakukan dakwah islamiah sesuai dengan kemampuan ilmu dan upayannya, kemudian dengan meminta bantuan dari kalangan kaum muslim. Dengan dakwah mereka itu tampak lebih tegas kemampuannya yang mereka miliki dalam berdakwah dan lebih mengetaui hukum-hukum islam, mengetahui pokok –pokok kebenaran hukum islam, mengerti benar akan seruan kepada islam, sebagai penggugah jiwa (pembangkit semangat perjuangan). Diapun mengetahui bahasa orang-orang yang mereka ajak masuk islam. Mereka mengalami berbagai kesulitan lalu lintas baik didaratan maupun dilautan.
            Dalam kaitan tersebut jelaslah bahwa hukum berdakwah ada yang sifatnya fardlu ‘ain , yaitu dakwah dalam arti mengajak orang lain mengikuti ajaran allah dan rasul-Nya menurut kadar kesanggupan yang dimiliki masing. dakwah dalam arti yang demikian itu dilaksanakan dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja, dan dalam bentuk saja(lisan, tulisan, atau perbuatan) sepanjang mempuyai kesempatan dan peluang. Dan ada yang sifatnya yang fardlu kifayah, yaitu dakwah dalam arti yang terorganisir dengan rapi, terprogram, secara sistematis dan berkesinambungan dan dilaksanakan oleh para ahli yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus.
C. HUBUNGAN DAKWAH DAN PENDIDIKAN
            Sekalipun ayat-ayat tersebut tentang sasaran, ruang lingkup, cara dan hukum berdakwah, naumn ayat tersebut berhubungan erat dengan pendidikan islam. Adapun hubungan dakwah dengan pendidikan islam adalah sebagai berikut

Pertam:a, dilihat dari segi sasarannya, dakwah dan pendidikan memiliki sasaran yang sama, yaitu manusia, bedanya, dalam berdakwah sasarannya terkadang ada yang dikelompokkan. Dalam berdakwah terkadang dilakukakan kedalam  kelompok sasarannya dari berbagai latar belakang jenis kelamin, usia, tingkat kecerdasan, dan lain sebagainya yang berbeda-beda menjadi satu seperti yang terlihat pada dakwah dimasjid- masjid, masjlis taklim dan lain sebagainya. Sedangkan dalam pendidikan sasarannya lebih terklasifikasi berdasarkan perbedaan usia, kecerdasan dan lain sebagainya. Namun demikian ayat-ayat tersebut mengingatkan tentang pentingnya memahami psikologi kelompok sasaran dakwah  yakni  ada kelompok awam, khawas, khawas dan khasil khawas melalui pendidikan.
Kedua, dilihat dari segi ruang lingkup atau materi yang disampaikan dalam dakwah dan pendidikan, tampak memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa ruang lingkup atau materi dakwah dan pendidikan pada intinya harus sejalan dengan al-qur’an dan al-sunnah. Bedanya bahwa ruanglingkup atau materi dalam berdakwah lebih umum atau tidak terperinci dan lebih mengambarkan motivasi secara global. Sedagkan dalam pendidikan ruanglinkup atau materi berdakwah lebih terperinci sebagaimana dituangkan dalam  dan silabi yang harus dicapai pada setiap semester, triwulan dan setiap kali tatap muka. Perbedaan dakwah dan pendidikan dapat diumpamakan dengan obat/ vitamin dan makan nasi. Berdakwah lebih diarahkan pada motivasi agar setiap orang terdorong untuk melaksanakan ajaran, seperti orang yang makan obat agar timbul nafsu makan, dan setelah nafsu makan, maka orang tersebut jangan diberi obat atau vitamin terus, tetapi harus diberi nasi, makanan, minuman dan lain sebaginya.
Ketiga, dari segi tujuannya, antara dakwah dan pendidikan memiliki persamaan dan berbedaan. Dakwah dan pendidikan sama-sama bertujuan mengubah sikap mental manusia dengan cara diberikan motivasi dan ajaran-ajaran, agar orang-orang terbut mau melaksanakan ajaran islam dalam arti seluas-luasnya, sehingga ia dapat melaksanakan ajaran islam dalam arti yang seluas-luasnya, sehingga ia dapat melaksanakan fungsi kekhalifannya dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Naumun demikian dalam pendidikan terdapat perumusan pendidikan yang bertingkat-tingkat. Yaitu rumusan tujuan yang bersifat universal, nasional, instituasional, kurikuler, mata pelajaran, pokok bahasan, an sub pokok bahasa. Khiarkis tujuan serupa ini tidak dijmpai dalam rumusan tujuan dakwah. Denga kata lain, didalam pendidikan disamping terdapat tujuan universalyang berjangka panjang dan sulit diukur waktu yang singkat, juga terdapat tujuan yang khusus yang berjangka pendek dan dapat dengan mudah diukur pada setiap setiap akhir pelajaran. Dalam berdakwah, tujuan yang rencanakan tampak bersifat umum, bahkan dalam berdakwah yang tradisonal, tidak terdapat rumusan tujuan sama sekali.
Keempat, dilihat dari degi caranya, terdapat persamaan dan perbedaan antara dakwah dan pendidikan, persamaannya dalam berdakwah sebagaimana dikemukakan diatas paling kurang dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu denga hikamah, mau’idxah hasanah dan mujadalah. Didalam pendidikanpun ketiga cara tersebut dapat pula dilakukan. Perbedaannya dalam pendidikan cara atau metode yang digunakan disamping tiga cara tersebut masih banyak lagi bervariasinya, seperti ceramah, diskusi, keteladanan, kisah, sosiodrama,simulasi, problem solving, karya wisata dan lain-lain. Dengan kata lain dalam pendidikan, jauh lebih bervariasi dan berkembang dibandingkan dengan metode dakwah.
Kelima, dilihat dari segi hukumna, terdapat pula persamaan  antara dakwah dan pendidikan, yaitu ada yang termasuk dedalam kategori yang hukumnya wajib bagi semua individu(fardlu ain) dan ada yang hukumnya fardlu kifayah. Dakwah dan pendidikan hukumnya wajib dilakukan oleh setiap individu, manakala dalam dakwah dan pendidikan tersebut bersifat umum, yaitu dilakukan kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja sesuai keadaan dan kemampuan yang bersangjutan. Dakwah dan pendiidkan hukumnya fardlu kifayah, manakala yang dimaksud dengan dakwah dan pendidikan tersebut dalam arti yang khusus, yaitu dakwah dan pendidikan yang terprogam secara sistematis dan berkesinambungan, ruang lingkup,  sasaran dan tujuan yang khusus, serta perlu keahlian khusus pula bagi orang yang melakukannya.
            Sehubungan hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama yang baik dan seerat mungkin antara kegiatan dakwah dengan pendidikan. Harus harus mendorong masyarakat agar mau meingkatkan kuallitas dirinya dengan cara meningkatkan kemampuannya melalui pendidikan dalam arti yang luas. Demikian pula pendidikan pun harus mendorong masyarakat agar mau melakukan dakwah dan mengamalkan ajaran amar ma’ruf nahi mungkar. Pendidikan islam menepati posisi sentral dalam upaya mensosialisasikan ajaran-ajaran islam, baik secara individu maupun sosial diberbagai aspek kehidupan mansia. Pendidikan islam berkepentingan menginternalisasikan nilai-nilai iman, takwa, dan moral kepada anak didik agar memiliki  komitmen religius yang tinggi dalam mengembangkan pengethuan dan keterampilannya untuk beramal dan berkarya yang paa gilrannya melahirkan budaya yang agamis. Dengan demikian hubungan dakwah dan pendidikan sangatlah erat.

           
             
           
           
             


[1] Abudin nata , tafsir ayat –ayat pendidikan (tafsir al-ayat tarbawi),Jakarta :Pt raja grafindo: 2001 h:172
[2] Dapertemen agama RI, al-qur’an dan tafsirannya,(dapertemn agama RI, jakarta , 2008) h:418
[3] Depertemen agama, ibid :418
[4] DR. h abudin nata, MA,Tafsir ayat-ayat pendidikan (tafsir al-ayat al-tarbawiy), (jakarta : PT raja grafindo persada: jakarta , 2002)h : 172
[5] DR. h abudin nata, MA,Tafsir ayat-ayat pendidikan (tafsir al-ayat al-tarbawiy h : 172
[6]  Dapertemn agama RI , al-qur’an dan tafsirannya , h: 419
[7] Abudin nata
[8] Abudin nata,tasir ayat-ayat pendidikan , h : 175
[9] Prof. Dr.hamka, tafsir al-azhar juz 4 , Jakarta : Pustaka tanjimas, 1983. h: 29
[10] Abudin nata , tafsir ayat –ayat pendidikan h : 178
[11] Abudin nata,  tafsir ayat –ayat pendidikan :178
[12] Ibid : 180

1 komentar: